Senin, 16 Maret 2009

Jaran Kepang

Satu elemen seni tari dalam reyog Ponorogo yang cukup menarik adalah kuda kepang (bahasa Jawa: jaran kepang; secara literal: kuda mainan yang terbuat dari anyaman bambu). Adegan yang paling ditunggu adalah ketika penunggang kuda kepang ini mengalami kesurupankejawendukun atau bomoh). Roh ini kemudian masuk ke dalam roh penunggang kuda kepang, dan memanfaatkan fisik penunggang kuda untuk melakukan sesuatu yang musykil dilakukan orang biasa, seperti memakan beling (pecahan kaca), paku dan minum minyak tanah. Fisik mereka berdarah dan kesakitan, namun ia tak dapat merasakannya.

Di satu sisi, adegan mistis ini mengundang decak kagum dan perasaan terhibur. Namun di sisi lain, adegan ini juga mengundang kontroversi terutama jika dipertemukan dengan ajaran agama Islam. Secara faktual, proses kesurupan dalam kuda kepang meliputi proses pemanggilan roh lewat pembakaran kemenyan (incene) dan pembacaan mantra (doa) untuk meningkatkan ketahanan tubuh penunggang kuda sehingga ia tahan memakan kaca dan lainnya
(diserap makhluk halus) dan memakan pecahan kaca. Dalam masyarakat Jawa kuno yang menganut (gabungan antara animisme-dinamisme dan Hindu), seseorang mempercayai kehadiran dan peran roh-roh orang yang sudah meninggal. Roh-roh ini bisa dipanggil dan melakukan sesuatu yang diinginkan pemanjat doa (biasanya

Reog Ponorogo

Saat ini upaya melestarikan budaya leluhur yang memiliki nilai-nilai hakiki seperti budaya Reog Ponorogo hingga kini terus ditumbuh kembangkan dalam berbagai perhelatan.Setiap tahun tatkala memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia selalu ada pawai pembangunan melintas di jalan utama kota Ponorogo berupa atraksi iring-iringan Reog Ponorogo.

Pun ketika era tahun 70 an pawai pembangunan di kota hidup sehat dengan reiki pun yaitu kota Solo juga menyuguhkan atraksi Reog Ponorogo yang kelompok kesenian itu didatangkan langsung dari Ponorogo. Iring-iringan pawai ini melintas Jalan Slamet Riyadi yang dimulai dari Lapangan Kota Barat dan berakhir di Alun-alun Lor. Dalam pawai itu Reog Ponorogo mengawali parade pawai. Kelompok kesenian reog satunya lagi menutup pawai di akhir devile. Nah atraksi Reog Ponorogo inilah selalu menampilkan figur Warok dan Bujang Ganong dalam atraksinya.

Figur pelaku Reog Ponorogo, saya sebut Warog adalah orang yang disebut pemimpin, guru, ksatria dalam kehidupan sesungguhnya masih relevan dengan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Warok bukanlah orang yang takabur tetapi orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih seperti dalam upacara perhelatan pernikahan. Pada upacara perayaan pernikahan Warog melambangkan penuntun dalam kebajikan bagi dua insan yang telah sepakat menyatukan diri , sepikiran dalam mengarungi bahtera kehidupan yang sesungguhnya. Selain Warog dalam upacara perhelatan pernikahan ada figur Bujang Ganong atau Patih merupakan sosok yang memiliki tugas sebagai Dampu Lawang atau Benteng Negara yang bertugas menjaga dan menggempur musuh. Maka ketika Raja dan Ratu sehari ini telah sampai dalam singgasananya, Bujang Ganong inipun bersukacita.Guna melestarikan budaya leluhur yang berkembang turun temurun dan menjadi satu penyangga kehidupan masyarakat di Kabupaten Ponorogo, pemerintah daerah memprogamkan budaya ini dalam kurikulum sekolah sejak sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama hinga sekolah lanjutan tingkat atas.

Nah mari hidup sehat dengan reiki ajak Anda semua berkunjung ke Ponorogo, sebuah kabupaten yang terletak di kaki Gunung Wilis. Akses ke kota sini mudah dicapai kok? Bisa dari Madiun, Pacitan, Trenggalek dan Wonogiri.


Wayang Golek

Di Jawa Barat, selain wayang kulit, yang paling populer adalah wayang golek. Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam diantaranya wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sundagamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gongkendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.

Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll.
Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug.
Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya. dengan iringan (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat

Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.

Minggu, 15 Maret 2009

Art Decoratif

Art Deco adalah sebuah gerakan desain yang populer dari 1920 hingga 1939, yang mempengaruhi seni dekoratif seperti arsitektur, desain interior, dan desain industri, maupun seni visual seperti misalnya fesyen, lukisan, seni grafis, dan film. Gerakan ini, dalam pengertian tertentu, adalah gabungan dari berbagai gaya dan gerakan pada awal abad ke-20, termasuk Konstruksionisme, Kubisme, Modernisme, Bauhaus, Art Nouveau, dan Futurisme. Popularitasnya memuncak pada 1920-an. Meskipun banyak gerakan desain mempunyai akar atau maksud politik atau filsafati, Art Deco murni bersifat dekoratif. Pada masa itu, gaya ini dianggap anggun, fungsional, dan ultra modern.

Sabtu, 14 Maret 2009

Monalisa

Mona Lisa, atau La Gioconda (La Joconde), adalah lukisan minyak di atas kayu poplar yang dibuat oleh Leonardo da Vinciabad ke-16. Lukisan ini sering dianggap sebagai salah satu lukisan paling terkenal di dunia dan hanya sedikit karya seni lain yang menjadi pusat perhatian, studi, mitologi, dan parodi. Lukisan ini dimiliki oleh pemerintah Perancis dan dipamerkan di Musée du Louvre di Paris. pada

Lukisan setengah badan ini menggambarkan lukisan wanita yang tatapannya menuju pengunjung dengan ekspresi yang sering dideskripsikan sebagai enigmatik atau misterius.

Nama atau judul lukisan Mona Lisa berasal dari biografi Giorgio Vasari tentang Leonardo da Vinci, yang terbit 31 tahun setelah ia meninggal dunia. Di dalam buku ini disebutkan bahwa wanita dalam lukisan ini adalah Lisa Gherardini, istri seorang pengusaha Firenze yang kaya bernama Francesco del Giocondo. Mona dalam bahasa Italia adalah singkatan untuk madonna yang artinya adalah "nyonyaku". Sehingga judul lukisan artinya adalah Nyonya Lisa. Dalam bahasa Italia biasanya judul lukisan ditulis sebagai Monna Lisa (dengan n ganda).

Lalu La Gioconda adalah bentuk feminin dari Giocondo. Kata giocondo dalam bahasa Italia artinya adalah "riang" dan la gioconda artinya adalah "wanita riang". Berkat senyum Mona Lisa yang misterius ini, frasa ini memiliki makna ganda. Begitu pula terjemahannya dalam bahasa Perancis; La Joconde.

Nama Mona Lisa dan La Gioconda atau La Joconde menjadi judul lukisan ini yang diterima secara luas semenjak abad ke-19. Sebelumnya lukisan ini disebut dengan berbagai nama seperti "Wanita dari Firenze" atau "Seorang wanita bangsawan dengan kerudung tipis".